Melawat ke Singapura
Pukul 8 Pagi, dalam cuaca yang teduh karena matahari belum muncul juga, saya berangkat bersama kawan yang dari Purwokerto dan Pekalongan yang sama-sama nol puthul soal negri yang ngeyelan tapi menangan itu, dengan ferry dari pelabuhan Batu Ampar, Batam.
Sepanjang jalan nampak banyak kapal dari berbagai ukuran dan warna, mengingatkan masa kecil waktu suka ngikut ayah saya yang kebetulan kerja di pelabuhan Tanjung Emas Semarang, -pelabuhan internasional yang diresmikan Soeharto pada tahun 80-an-, dimana kadang kami memancing, atau sekedar merenungkan bahwa lautan yang dihadapan kami selalu menghubungkan bangsa-bangsa dengan dunia luarnya.
Dari handphone kudengarkan lagu Pak Ebiet, Bang Iwan Fals, dan Abah Iwan yang memang kujadikan satu folder lagu indo dan dimainkan oleh program secara acak. Perjalanan yang kira-kira cuma satu jam dalam ruangan ber AC, dalam situasi yang lebih "nyaman" dan modern.
Tapi bukan berarti lantas akan menggusur ingatanku pada tahun-tahun lalu saat kami duduk2 berjejer di deck kapal ferry dalam 4 jam penyeberangan Selat Lombok dari pelabuhan Lembar, Bali ke Padang Bai, Lombok, dengan belaian langsung angin lautan dan sesekali karbonmonoksida keluaran cerobong kapal dan cuma bincang-bincang lah hiburan kami.
Lalu sekitar 2/3 dari perjalanan sebelum Harbour Front Bay, sebuah rangkaian kapal menarik perhatianku, semacam tongkang yang berbentuk segi empat yang cukup besar, dengan muatan yang tak dapat kurekam dengan kamera besar gara-gara batre drop, tapi cuma dari kamera HP 1.2 Megapixel saja. Ditarik oleh kapal yang jauh lebih kecil, setidaknya perbandingan ukuran benda yang ditarik dan yang menarik.
Ya eksport pasir, tanah atau batu2an ke negeri yang haus daratan itu jalan teruusss. Kalau mereka seorang atlet yang sedang mempersiapkan diri buat olimpiade, kita cukup setia menjadi pemasok minumannya, karena air minum di kami murah, setidaknya sampai saat ini. Karena pulau-pulau kami buanyak, jangan kawatir, 17000 pulau, hilang 1 masih 16999, malah bagus, bukankah banderol harga di Mall angka belakangnya selalu 99.
Saat mataku mengamati dan otakku mengotak-atik kejadian ini, ditelingaku mengalun sebuah lagu mars, yang terdengar keras dan kelupaan kukeluarkan dari playlist :
...panji buana- bagi nusa dan bangsa- pengawal tujuan kita- membela keadilan- siap siaga waspada- majulah maju.... majulah maju serentak, bhayangkari negara....
Read More......