Thursday, October 4, 2007

Yang tercecer dari lawatan ke sebagian kepulauan Riau





Kalau toh sempat nongkrong sejenak di Singapore pada hari itu, tanpa bermaksud mengecilkan artinya, istimewa bahwa hari berikutnya tercatat oleh sejarahku sendiri bahwa aku melakukan perjalanan ke beberapa bagian dari kepulauan riau, sebuah tekateki yang akhirnya terjawab setelah melewati lorong waktu yang cukup panjang.
Oh tanah air Indonesia, aku merasa selalu jatuh cinta dengan pulau-pulaumu, temtu juga pada kepulauan riau ini sejak pandangan pertama saat titik-titik kecil mulai terintip di jendela pesawat yang kutumpangi. Siang itu saat di Batam tertangkap berita, bahwa pesawat nomad TNI AL yang jatuh 20 tahun lalu ditemukan
tanpa disengaja oleh nelayan di sekitar pulau Mapur. Diantar oleh kawan Agung dari Batam sampai pelabuhan Punggur, yang kira2 setengah jam perjalanan, lalu kontak-kontak by phone ke kawan yang di AL Tanjung Pinang. Lalu perjalanan diteruskan ke Tanjungpinang jalur laut, sepanjang kira-kira satu jam perjalanan terhamparlah lautan yang di berbagai sisinya muncul ke permukaan, pulau-pulaumu.
Kalo ingat perjalanan hidup, saat dulu berkereta api ekonomi semasa libur kuliah via Jogjakarta, selalu terngiang dalam pikiranku "soal waktu-waktu terbaik sebagai seorang pemuda (mengutip kalimat Lord Badden Powell)" untuk menyempatkan diri menjelajahi gunung dan pegunungan yang nampak di kanan kiri lintasan kereta api, lalu mengenal masyarakatnya. Pagi hari, akan nampak pemandangan yang misty, saat kabut masih menggantung di pepohonan tepi hutan atau sawah, sesaat sebelum diusik oleh matahari yang kuat. Semisal itulah aku memandangi pulau-pulaumu, semoga Tuhan memberikan waktu buat kami mendatangi pulau-pulaumu dan mengenal masyarakatnya.
Kabin kapal yang kami tumpangi ber AC, jauh lebih nyaman dari saat kami menyeberangi selat lombok atau selat bali beberapa tahun yang silam. Pelan-pelan kapal kami mendekati pelabuhan Batu Ampar Tanjung Pinang, untuk lalu bergegas setengah jam perjalanan darat ke Posko Evakuasi TNI AL di Kawal lalu ke Pos tempat pasukan dan penyelam menginap, sekitar satu setengah kilometer dari bibir pantai ke tengah laut mendekati pulau Mapur. Sore hari kupandangi lautan yang biru, yang selalu kupercaya menghubungkan bangsa-bangsa itu. Malam itu bersama kawan-kawan dari AL kami menikmati special menu gule ikan dan gonggong, konon ini endemik di kepulauan riau saja (belakangan kuketahui bahwa di Pulau Belitung prov Babel juga banyak terdapat gonggong ini).
Ya, sedemikian kuat sihirnya, sehingga saat kutinggalkan Batu Ampar dan pulau Penyengat di kanan kapal kami seperti ada sedih di dada, tapi laki-laki harus dapat menyembunyikan perasaannya (demikian kata2 Chinggachgook ketua suku Mohawk). Sesaat sebelum kami meninggalkan Batam untuk transit ke Jakarta, masih sempat kulihat peta, masih ada tanjung balai, singkep, natuna, pulau tujuh dll.

Read More......