Friday, May 30, 2008

Marketing dan Ilmu Tuwo

Seorang kawan psikolog sekaligus akademisi berkata:
Marketer yang cerdas itu harus lihat segmentasinya
dulu sebelum melempar produk.
Buat siapakah, umurnya, gaya hidupnya, status
sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan semuanya
sehingga nanti bisa mengiklankan dengan pas.
Contoh tadi, gambar cewek kulit hitam, itu adalah
model L'Oreal untuk orang kulit hitam. karena
mereka gak mau beli produknya kalo modelnya orang
kulit putih.

Rupa-rupanya ilmu marketing demikian berkembang,
tidak sesederhana seperti waktu kami SD dulu,
saat aku pernah menikmati hasil jualan stiker tato yang
laku keras di kalangan kawan-kawanku SD atau kampung,
ada batman, ada spiderman, kelompok lakon atau cuma
dari bungkus plastik tembakau merk "Pak Ayem" yang akan
jadi tato bila dioleskan minyak tanah.
Dan ilmu tuwo dari medan perang tetap relevan. "Raja
yg bijaksana & panglima yang perkasa adalah raja&
panglima yang mengetahui isi perut musuhnya,
sehingga seribu kali dalam sehari bertempur,
seribu kali dia akan menang."(Sun Tzu)

Read More......

Thursday, May 29, 2008

Quo vadis idealisme pendidikan nasional


Masih inget buku-buku pelajaran terbitan balai pustaka saat kita SD dulu?
Mungkin itu layak menjadi buku-buku terbaik sepanjang masa.
Buku-buku membekali fundamental thing sejak ini ibu budi.
Di belakangnya atau di depannya selalu ada tulisan dalam kotak kecil semacam peringatan di bungkus rokok, merokok merugikan kesehatan itu.
Di kotak itu ada tulisan, "Rawatlah baik-baik buku ini, tahun depan adikmu yang akan memakainya." Dari situ saja sudah bicara soal meneruskan hal-hal yang baik kepada 'adik' yang belum tentu dikenalnya.
Konon di negara yang peradabannya sudah maju sana, buku-buku macem keluaran balai pustaka inilah yang masih digunakan dari primary school. Niven beruntung dapet buku2 bagus seperti itu buat kelas satunya, kebetulan kurikulum campuran nasional sama interkontinental. Di sana sini ada ilustrasi yang lucu dan menarik yang memudahkan kita memainkan kemampuan luas semua sisi otak kita. Kalau kita gambarkan sebagai arus sungai, maka buku2 fundamental seperti itulah arus utamanya, di luar arus utama sungai kita akan ketemu arus samping, eddies dll buat kita istirahat saat berperahu. Pada arus2 non utama itulah peminatan dimunculkan, ada musik cara bermain gitar, arsitektur komputer, TCP/IP, komunikasi satelit atau sastra jawa kuno atau sekedar Bank Soal penyelesaian model2 soal Ebtanas, Siap EBTA, Siap Pra EBTA, Siap semesteran, Siap UMPTN dll. Coba kita tengok materi setandar untuk para penerus kita, anak-anak atau adik-adik kita dari awal sudah dijejali soal2 instan macem cara cepat tembus Ebtanas tadi. Mungkinkah main flow masalah dapat ditangkap oleh mereka, karena waktu mereka hanya habis mengerjakan soal-soal bukan bagaimana mengatasi persoalan. Bukan konsep yang coba ditangkap, tapi jadi hapalan menyelesaikan kasus, pola pikir yang terpola(?). Ostosmatis tiap tahun belanja buku anak-anak sekolah untuk hal-hal yang tidak membentuk pemahaman konsep akan makin besar karena makin beragam.
Keadaan berlanjut, beberapa hari di tivi, pada awal2 tahun ini dalam ulangan umum, sekolah-sekolah saling berebut pamor atau mempertahankan supremasi salah satu caranya dengan menyebarluaskan kunci jawaban kepada anak didiknya, para guru secara terorganisir mengkondisikan nilai yang harus dicapai untuk melewati passing grade. Jual beli kunci jawaban menjadi hal yang wajar, dan dilegalkan di bawah meja. Benang kusut tanah air akhirnya masuk juga ke relung dunia pendidikan kita yang selalu kita anut idealismenya. Lagu Pahlawan Tanpa Tanda Jasa yang dulu kita nyanyikan dengan haru untuk mengiringi kepindahan salah seorang guru kami pada satu dua dasawarsa berikutnya menemui ironi.Ya, irama hidup sepertinya semakin ketat dan cepat laksana hurricane atau tornado yang menjadi pokok bahasan diskusiku dengan Niven dalam perjalanannya ke sekolah pagi tadi. Untuk penguasaan sumber-sumber daya, kantong-kantong ekonomi, eksistensi, simbol status atau aktualisasi. Hanya pilihan cara bertahanlah yang sepertinya berbeda-beda, apakah ini juga sebuah berkah fatamorgana demokrasi yg dulu kita impikan bersama-sama di jalanan?

Read More......

Monday, May 26, 2008

100 tahun Harkitnas dan penggantian banderol kios minyak

Masih dekat-dekat dengan 100 tahun kebangkitan nasional.
Tiga hari sebelumnya sebuah perayaan besar di Senayan.
Ada tarian, ada pertunjukan seni, ada pembacaan puisi lalu ada ikrar.
Soal 100 tahun itu kalau sebuah company maka survivability jangan ditanya lagi. Kalau pun pohon jati atau maoni, maka kualitas kayunya juga jangan ditanya lagi. Kita memaknainya dengan bermacam-macam kegiatan Toh makna akan cuma jadi sekedar makna bila cuma tersimpan di catatan saja. Sebagaimana selalu kita ulangi yang sudah-sudah.
Kita selalu demam apa saja, kita gumunan dan saat ini demam memaknai.
Kita demam memanggil siapa saja yang kata pasar adalah obat.
Para Motivator, Para Kiyai, Achli Ekonomi, Komentator, pengarang buku atau buku-buku bacaan best seller. Bukankah obat itu akan tinggal sebagai obat bila dia menetap di etalase ego kita?

Karena perjuangan adalah perwujudan kata-kata, keyakinan dan logika. Karena bila tidak kita cuma akan menjadi produsen komitmen.
Ya dan jangan lupa, disamping obat kita juga harus menyempatkan diri olah raga gerak badan. Ya karena kebiasaan kita mengamati alam raya, ekonomi atau rakyat dari restoran bintang lima bagaimana pun tetap membuat tumpukan lemak bila tidak diolah menjadi kalori. Biar lemak-lemak yang membuat paha kita di bawah selangkangan beradu dapat dikikis. Biar lemak di perut kita yang menyimbolkan kemakmuran jangan terlalu tebal. Dan lemak yang menumpuk di dalam darah atau di bawah kulit bila tidak kita atur bisa jadi penyakit. Akhirnya buat apa pengetahuan yang tinggi, intelektualitas yang menawan bila fisik & psikis justru dirundung sakit? Lalu kita tidak dapat berbuat banyak buat lingkungan.
23 Mei 2008 malam hari akhirnya diumumkan juga penggantian banderol kios bensin.
Kalau ongkos angkutan naik, ongkos produksi pupuk naik, bahan makanan di pasar naik, biaya melaut para nelayan naik, lalu apakah para petani & negara nelayan sebagai simbol negara maritim & agraris dapat mengkompensasi dampak kenaikan harga-harga. Petani & nelayan juga butuh minyak goreng, sampoo, obat nyamuk dan obat sakit kepala. Toh akhirnya mereka juga tidak mungkin bertahan hidup dengan makan beras atau ikan saja. Bisa jadi terpeliharalah kasta-kasta miskin yang memang tidak cukup ditutup dengan 100 ribu, yang sejak demokrasi kita menangkan, 100 rebu diyakini tidak menutup laju dampak kenaikan harga.
Hujan emas di negeri orang lebih baik dari hujan batu di negeri sendiri? Konon di Arab sana dari tahun 80an, 90an, 2000an sampai sekarang teh susu segelas 1 real. Saat ini di warung nasi becak paling murah, teh manis sudah menembus Rp 1000 dari Rp 50 yang pernah terrekam di memori "belum lama ini"
23 Mei 2008 itu semua setasiun TV ada siaran langsung.
Beberapa soal perubahan banderol bensin beberapa lagi reality show pemilihan bintang idola.
Kata siapa rakyat bersedih karena harga-harga naik, buktinya rakyat tetap bergembira mendukung idola-idolanya.
Penonton pengumuman mentri adalah para pengusaha pemilik modal yang sedang menghitung kalkulasi kompensasi kenaikan harga, apakah PHK buruh, apakah menaikkan harga produk, apakah penghematan kompensasi tanggungan kesehatan buruh, sejauh mungkin margin keuntungan jangan turun. Toh margin keuntungan yang tetap saja sudah dikompensasi nilai pasar yang makin tinggi.
Penonton reality show notabene kebanyakan adalah rakyat yang perlu mimpi dan lamunan yang tergantung di etalase toko-toko dan dialirkan deras dalam semua setasiun televisi, untuk sekedar semalam melupakan desak kesulitan tantangan hidup. Entah apalah yang akan mereka kompensasi?Apakah biaya dan kualitas sekolah, kualitas gizi anak mereka, atau masa-masa terbaik anak-anak yang seharusnya dihabiskan di lapangan bola sekolah, di danau rawa tempat mereka memancing, atau di tengah2 hutan saat mereka menjerat burung dengan getah. Apakah waktu2 terbaik mereka harus dialihkan ke pabrik plastik, perempatan jalan atau ke tengah lautan menempuh bahaya membantu bapak, om atau pakdhe mereka? Agar mereka dapat memperoleh tambahan rupiah untuk belanja kopi susu sachetan dan mengecas aki. Kopi agar ada sedikit kafein yang masih menyemangati hidup, susu agar minimal ada asupan gizi protein hewani & lemak. Lalu tak lupa charge aki agar tiap hari masih dapat dinikmati mimpi-mimpi yang dipajang di kuis-kuis, sinetron atau pentas idola, ya sebagai pengobat luka yang sama-sama diketahui tak pernah menyembuhkan.

Read More......

Friday, May 23, 2008

Suatu siang di Jogja


aku berharap hujan segera reda
lalu aku dapat jualan lagi
ini kabar gembira bagi adik-adikku
tapi ini juga hujan yang ditunggu bapakku di kampung sana
karena dalam kemarau panjang
sawah dan tegalan butuh siraman hujan
terserah kepadaMu mana yang baik Tuhanku


jogja, gayam, potret indonesia, 2007

Read More......