kemumu argamakmur
Lha wong ini tidak ada sketsanya.
Muncul tiba-tiba karena berita kawan.
Mengapa tidak coba ke sana?
Sekian kilometer dari pusat kota argamakmur.
Tepatnya baca saja di peta bakosurtanal.
Tentu tidak ada di atlas persada dan dunia.
Atau baca lagi trek dan koordinatnya di GPS.
Sudah kuplot waypointnya, gambar pohon cemara.
Tidak susah menemukannya.
Hanya perlu ada bagi-bagi tugas.
Antara ngegas dan bagian kompas cocot.
Jalanan menanjak halus menuju daerah kemumu.
Yang akan ngos-ngosan kalo nyepeda onthel.
Di kanan kirinya sawah menguning.
Seperti tanjakan dari jl rajawali condongcatur sleman ngalor.
Agak jauh ke sana bukit2 yang hujau kebiru-biruan.
Di sawah ada rumah gubuk, pohon pisang, sapi dan tentu pak tani.
Persis dengan ingatan kita semasa kecil.
Yang suatu pagi pernah kita gambar di kertas manila.
Apakah kamu pernah ngopi atau wedangan di gubuk-gubuk seperti itu?
Di sana ada kesederhanaan, harapan hidup, dan juga nasib.
Tempat parkir sepi, tapi datang juga pasangan-pasangan muda mudi.
Seperti kisah cintanya dian dan bambang.
Yang coba diabadikan pelakunya di pagar deket karcis retribusi.
Lalu suara-suara alam mulai terdengar jelas.
Ada yang mirip garengpung, ada ulat bulu, kadal dan ada yang lain.
Serangga, burung2an dan mamalia.
Orientasi medan, banyak pohon-pohon besar.
Ada pakis ekor monyet, ada pohon besar dipanjat pohon menjalar.
Ciri khas hutan primer, kata buku IPA dulu.
Lalu deburan suara air terjun palak siring, mbuh artine opo.
Air sungai yang meluncur deras dari hulunya sungai yang kuyakini mata airnya di lembah curam bukitmu di arah atas sana.
Harapku sungai itu terus ada, yang artinya pohon2mu di bukit2 itu belum jadi mebel rumah-rumah mewah berselera tinggi atau papan2 rumah petani yang mulai tidak dapat bertani.
Sehingga air terjun yang gagah, meski tidak sebesar airterjun tawangmangu, persis di bawahnya jembatan belanda itu juga terus ada.
Mengisi jalur2 irigasi yang dibangun dengan rodi.
Mengairi sawah-sawah yang membentuk gradasi.
Aku bersyukur, kutemui juga alam yang masih seimbang di sebuah sudutnya Bengkulu.
Ia asing di telinga, tapi harmoni-nya sperti pernah kujumpai di lombok, jogja, kepulauan riau, bangka belitung atau jawa barat. Deja vu.
Hujan pagi ini saat kulongok dari jendela ketika kutulis kembali ingatan padamu.