Friday, December 19, 2008

Kinthil

Beberapa bulan yang lalu saat kami menjelajahi sebagian dari pulau Bangka, kami dipinjamin mobil oleh rekan sejawat. Kami berlima, dengan rincian dua orang jawa Semarang, dua orang Jawa Pekalongan-Tegal dan sekitarnya, satu orang Minang Bukit Tinggi.
Di mobil cuma ada satu buah kaset buat hiburan, yang setelah disetel ternyata campur sarinya didi kempot. Bagi kami sebagian besar, lagu-lagunya didi kempot ini semacam pengobat kerinduan kami yang di tanah seberang kepada kampung halaman. Bagi kawan yang dari minang, meskipun nggak ngerti benar arti liriknya, terpaksa ikut ndengerin karena tidak ada pilihan lain. Perjelanan beberapa hari itu membuat kami makin hapal beberapa kosakata spontan seperti "Serr", "blung" dlsb.
Nah, oleh seorang kawan yang sering saya panggil Pak Chairil Anwar, -karena wajah dan aksesnnya yang mirip penyair tersebut dan selalu tampil murung-, tanpa setahuku rupanya kaset itu diminta dari si empunya mobil. Cerita soal kaset berhenti sampai di situ, sampai
Senin siang kemarin hari yang kemrungsung ketika karena sesuatu hal jam 10an siang saya dan kawan-kawan bertiga termasuk penyair, terpaksa bergerak ke kayu agung OKI. Lelah, capek, ngantuk krn baru jam 3 pagi nyampe dari kuala tungkal jambi terpaksa "dilawan" dengan nrimak-nrimakke tugas sebagai orang gajian, untuk memperhalus istilah "buruh" yg masih disuruh-suruh. Di mobil waktu kumanfaatkan buat antara tidur dan tiduran. Suara musik MP3 yg lirih menyanyikan balada-baladanya Mas Ebiet. Ada kalanya aku ingin pulang, tapi apakah bedanya pertemuan dan perpisahan, sama-sama nikmat, tinggal bagaimana kita menghayati, dibelahan jiwa yang mana, kita sembunyikan, rasa yang terluka, duka yang tersayat.
Tiba-tiba kawan penyair tadi yang selama perjalanan sering memaknai lagu-lagunya Ebiet, dengan subyektifitas yg kental tentunya, mengeluarkan kaset dari ransel laptopnya, satu kaset pertama tidak begitu menarik atau tidak inline dengan suasana kemrungsung siang itu, sehingga forum menuntut lagu diganti.
Kaset berikutnya memecah suasana, melagukan campur sarinya didi kempot yang jenaka.
Mendengar lagu-lagu itu, otot pipi lalu bersedia menarik ujung samping bibir buat tersungging ke atas, membuatku senyum-senyum, sejenak menyingkap korden-korden stressor.
Kemudian lalu coba kuarti-artikan dengan arti yang kira-kira dialog didi kempot (DK) yang tidak kempot itu dengan vokalis ceweknya (C):

DK :
Terkinthil-kinthil, Cintaku terkinthil-kinthil
Tresnaku karo kowe ra bakal tak cuwil-cuwil


Kenal kosakata kinthil buat menggambarkan anak/org A yang suka ikut kemanapun orang tua/org B pergi, "Bocah kok neng ngendi-ngendi nginthil wae/ngikut aja." Kalau cinta yg terkinthil-kinthil mungkin perasaan cinta yang kemana ngikut aja, mungkin. Cintaku kepadamu tidak akan kusobek kecil-kecil,krikiti. cuwil dgn tangan, krikiti dengan gigi.

C :
Yayayaya, Opo tenan mas mana buktinya
Aku aku tak mau, Jo ojo kowe mung ngerayu


Ya, apa bener begitu Mas? mana buktinya?
Aku nggak mau ah, jangan-jangan kamu cuma merayu saja.

DK :
Suwer dik, Tresnaku ora tak ecer, Tenan mung kowe sing cemanthel
Suwer dik, Tresnaku ora tak ecer, Nek ra pethuk rasane koyo wong teler


Suwer dik, mungkin I swear, sumpah dik, cintaku tidak aku ecer, retail. Ecer/eceran sebagai lawan kata paket, grosir, atau partai besar. Jadi cinta yg tidak diecer mungkin cinta yang glondongan ke satu arah, tanpa bercabang-cabang, mungkin. Tapi kalimat tidak diecer tidak terjelaskan oleh kalimat berikutnya, yang artinya : hanya kamu yang tergantung/cemanthel. Mungkin maksudnya menggantung di pikiran.

C :
Tresno mas kuwi ono neng dodo, Ora cukup mung disawang karo moto
Ojo koyo neng lagi mangan tebu mas, Entek legine trus kowe ninggal aku


Cinta itu adanya di dada, di hati mungkin kamsudnya. Tidak cukup hanya dilihat dengan mata saja. Maksudnya mungkin cinta itu harus lahir dan bathin, dibolak-balik boleh.
Jangan seperti makan tebu, yang dicucrup-cucrup dengan nggragas, dikunyah-kunyah, lalu setelah habis manisnya, entah apa yg dimaksud manis ini, kemudian kamu meninggalkan aku. Kalau di pepatah buku bahasa indonesia SD dulu, habis manis sepah dibuang. Mungkin begitu.


Belum habis lagu itu, waktu sudah menunjukkan tengah siang, perut sudah keroncongan. Kami mampir di sebuah tempat makan yang dibawahnya ada kolam ikan, lebih tepatnya rawa yang dibersihkan sehingga air menjadi dominan. Angin siang dari rawa-rawa sekitarnya meniupkan hawa segar. Siang itu pindang ikan baung, gorengan ikan seluang, sambel buah kueni, pete dan lalapan yang lain tersedia di meja. Segelas kopi kupilih buat menimpali pedasnya pindang. Makanan yang dihidangkan memang menyegarkan dan enak, entah apakah karena kami sudah kelaparan atau memang enak. Mungkin memang enak, bila melihat pengunjung yang makan siang itu memenuhi meja & kursi tersedia. Selain kami, mereka adalah aparat Pemda/Pemkab yang bicara keras-keras kepada teman-temannya, pakaian mereka siang itu warna hijau hansip. Mobil-mobil plat merah berjajar-jajar. Kata konon, mereka adalah abdi negara & abdi masyarakat.
Makan siang yang nikmat telah selesai, segera kami beranjak dari tempat itu menemui panggilan tugas. Kuda jepang meluncur kembali ke jalanan raya dan di telinga kembali terdengar lanjutan lagu yang sempat terpenggal

Terkinthil-kinthil, Cintaku terkinthil-kinthil
Tresnaku karo kowe ra bakal tak cuwil-cuwil

Ada tawa jenaka, tapi juga ada rindu di dalam dada, rindu kampung halaman dan masyarakatnya, juga kenangan masa lalu.





Read More......

Friday, December 5, 2008

tadi pagi

dalam waktu yang begitu terasa nyerpek
karena kemalasan yang sudah biasa untuk mengawali hari-hariku
ketika jam dinding komando yang seingatku biasa mati diam
pagi ini berdetak sinkron dengan jam dinding hadiah perkawinan kita
meski ada selisih dua menit, toh sama saja karena yg satunya dicepetin lima menit
kita sempat ngobrol panjang, soal sebuah cita-cita
pagi ini aku bahagia sekali, mendengar itu semua darimu
sesekali kusampaikan pendapat2ku, yang pasti belum tentu benar
soal bagusnya seperti apa sekolah itu, bukan soal bangunannya
soal anak-anak petani dan nelayan, soal sikap sekolah, sikap gubernur dan walikota
yang tentu masih sibuk dalam hari-hari awal masa baktinya
tenang, waktu masih panjang, dan seorang kawan tidak akan lupa kawannya
masih banyak yang dapat dikerjakan, dengan kamera poket dan pena
juga fotomedia edisi anak indonesia 95, yang kita jaga biar tidak lusuh itu
sayangku, aku tahu waktumu tidak banyak dalam sehari buat itu
karena sebentar-sebentar banyak yang meminta perhatian, atau menarik-narik rambutmu, atau marah-marah karena minta dibuatin susu
tapi pagi ini aku bahagia, ada waktumu buat hal itu
bukan sesuatu yang instan, tapi cuma perlu kesabaran, dan tentu nasib baik yang selalu kita minta
waktu masih panjang, dengan izin Tuhan, banyak yang dapat kita kerjakan
sayang, misi yang seperti ini memerlukan endurance dan konsistensi
dan itu semua digerakkan juga oleh alam bawah sadar
bukankan salah satu kekuatan kita sudah diuji lebih dari 8 tahun?
waktu sudah makin mendesak saja, meski aku sudah memutuskan membolos SKJ, untuk perbincangan dan percumbuan mesra kita
tapi karena si kakak juga, hari ini tumben minta buru-buru berangkat
teh manis hangat dan dua kerat pisang goreng kunikmati tanda kasih sayangmu
aku akan sedikit ngebut mengkompensasi keasyikan kita, aku sayang kamu, waktu masih panjang, dengan izin Tuhan, banyak yang dapat kita kerjakan




Read More......