Monday, October 13, 2008

Sunduk mentul


Nining Konyik adik saya yang mula sekali menyebutnya,
demikian dan terdengar di telingaku : sunduk mentul.
Mungkin buat menamainya yang mentul-mentul bila ditiup angin.
Rupanya memang demikian namanya, menurut boso jowo pada umumnya.
Saya dulu sempat berpikir bahwa itu bukan nama sebenarnya dari kembang rumput itu, tapi nama itu muncul karena asal sebutnya seorang kanak-kanak.
Akhirnya kami tahu bahwa rupanya memang karena pakem guru di kelas yang sempat menyebut demikian dan lalu dari pergaulan anak-anak dalam sebuah acara kartinian, saat seorang macak kebayak dengan sanggul konde palsu.
Dan di sanggul tadi akan tampak sunduk mentul, yang tentu buatan.
Tidak seperti bunga mawar, melati atau euphorbia yang memilih media atau jenis tanah tertentu buat tumbuh.
Sunduk mentul tumbuh liar dimana-mana, sampai suatu hari pandangan mata kita dapat terbentur olehnya,
yang mungkin sebelumnya kita anggap tidak penting.
Tapi konon Tuhan tidak akan menciptakan sesuatu tanpa guna.
Sunduk mentul tumbuh subur dimana-mana.
Ia tumbuh di rel kereta api depan rumah kami di Semarang.
Ia tumbuh di sela-sela lantai beton carport di belakang kantor Kentungan Jogja.
Ia tumbuh di halaman gudang Prambanan.
Ia tumbuh di pantai2 antara Koba & Tobolali Bangka.
Ia tumbuh di halaman sebuah hotel yang menghadap Tanjung Tinggi Belitung.
Ia tumbuh di dasar-dasar tebing di Padalarang.
Rupa-rupanya ia juga tertangkap mataku di Pantai Panjang Bengkulu.
Mungkin ia juga tumbuh di Madagaskar.
Mungkin ia juga tumbuh di Sangir Talaut.
Mungkin ia juga tumbuh di Christmas Island.
Entahlah, mungkin ia tumbuh2 dimana2 di sana di daerah tropis, lha wong belum pernah ke sana.
Keberadaannya bisa jadi tidak penting bagi kita sampai kita menanggapinya.
Mengada-adakan maknanya, atau sekedar kawan menumpahkan kekawatiran.
Apakah ia hanya penting bagi juru potret amatiran buat belajar?
Tidak juga, banyak hal yang dapat diceritakannya.
Apakah soal bagaimana sebuah mahluk bertahan hidup di dalam derap hidup dan lingkungan yang kompleks.
Apakah soal relativitas soal penting dan tidak penting.
Apakah soal buat mengabarkan keadaan yang murah & indah.
Apakah soal minat melihat detail2 alam dan masyarakatnya dari dekat.
Atau apakah mewakili cinta yg manis dan tangguh, yang tetap dapat tumbuh liar mekar, di sela2 bantalan rel KA maupun di sebuah pantai yang indah permai.
Atau apakah soal mendudukkannya sebagai saksi sebuah peristiwa, siklus hidup tumbuhnya manusia termasuk kisah kasih yang rumit atau pertemuan & perpisahan.
Sunduk mentul yang "remeh" itu makin mewakili keberhasilan sebuah mahluk menjalani pergolakan hidupnya, minimal sepanjang umur dari kanak-kanak hingga saat ini dia telah tersebar luas tidak menuju kepunahan atau tidak menuju kehilangan.
Setiap mahluk seperti sunduk mentul ini akan kita hubungkan dengan sebuah peristiwa, di belahan bumi yang lain mungkin bunga matahari (i gilasori-ita, sunflower-eng), yang juga mengingatkan manusia atas peristiwa yang berbeda.

ditulis semalem, diupload disaat mengistirahatkan pikiran di rapat

1 comment:

Anonymous said...

itulah om, keagungan alam.
hal yang diserahkan sepenuhnya kepada alam akan bisa tumbuh berkembang abadi. namun jika manusia sudah cawe-cawe, mau dikasih media hasil riset canggih, pupuk, insektisida, dll, keberadaannya mungkin malah growthnya negatif :-)
klo ga salah Gandhi pernah bilang, apa yang disediakan alam di muka bumi ini sudah mencukupi kebutuhan seluruh umat manusia, tetapi eksploitasi seluruh sumber daya alam pun tidak akan mampu mencukupi keserakahan manusia.
begitu, om...
lagi bar seleksi sales force ki...
rodo mumet, kakean background. sukmben takperluas wae syarate, ben mempersempit kandidate.