Thursday, September 25, 2008

Kelingan Pa'e

Sore beberapa saat lalu, belanja di sebuah toko londo.
Ngajak niven sama kukhri, lewatlah konter mainan.
Kukhri minta senapan mainan yg diisi batu batre.
Nanti bisa bunyi suara tembakan & lampu2nya nyala2.
Mainan yang sudah sering dibeli & tentu juga cepat bosan & rusak, anak-anak.
Niven beda lagi, minta telor naga atau telor dino, seperti iklan di tivi.
Memang belum pernah dibelikan yang seperti itu.
Kedua makhluk ini kami pesuasi, ini itu.
Reaksi keduanya juga berbeda2, ada marah2 atau kecewa,
dan lalu minta ganti yg lain atau minta beliin kapan2.
Bukan masalah harga tentunya.
Lebih soal tanda tanya, benarkah yg sudah kami lakukan?
Benarkah untuk selalu mewujudkan sebuah permintaan mereka "real time"? Seperti apa tolok ukur jarak antar atau masa pakai mainan "dianggap tepat"? Dipakai selama 1, 2, 3 hari atau seminggu atau? Bahasa terangnya, apakah tepat bila kita selalu belikan/turuti apa yang dia minta?
Harus seperti apakah pengaturan atau penjadwalan,
atau jenis prmintaan apa yg perlu/tidak dipenuhi?
Naluri orang tua tentu ingin selalu menyenangkan anaknya.
Saya inget, ketika suatu hari saya minta dibelikan robot2an.
Hampir tiap hari saya merengek terus, sampai mungkin Pa'e menyerah, dan saya diajak ke toko mainan, dan saya digiring untuk beli piring terbang, bukan robot2an. Entahlah, mungkin soal pertimbangan harga. Hari itu setidaknya terpuaskan, dapat mainan baru. Satu dua hari kemudian, ingatan robot muncul lagi,
rupanya memang tidak tergantikan piring terbang UFO.
Saya merengek kembali.
Saya inget sekali, sampai beberapa hari, setiap Pa'e pulang,
selalu saya tanyakan "janji" beliau buat beliin robot2an.
Beberapa hari kemudian, setelah penantian yang panjang,
saat Pa'e pulang kerja, sesuatu tercantol dilampu sen motor honda benly S110-nya, sebuah kantong kresek, berisi robot2an biru metalik datang.
Saya senang sekali.
Permintaan "serius" ini memaksanya memutar otak untuk mewujudkan keinginan anaknya.
Tapi beberapa waktu kemudian yg sangat singkat, salah satu tangan atau kakinya si robot patah.
Beberapa puluh tahun kemudian saya masih inget fragmen itu.
Ya, Pa'e yg "cuma" pegawai negeri "rendahan", sepertinya berjuang sekuat tenaga memenuhi permintaan saya, salah satu dari sekian permintaan anak2nya dan tuntutan hidup kala itu.
Mungkin juga Pa'e sempat kecewa atau sedih, ketika mainan baruku itu patah dalam waktu singkat, tidak sebanding dengan proses panjang perwujudannya dan perjuangan beratnya. Entahlah.
Dan hari ini masih saja kami bertanya-tanya, seperti apakah seharusnya. Apa resiko atau dampaknya kelak?
Dengan dendam kemiskinan masa lalu yang tanpa sadar mempengaruhiku,
dan kekagumanku yg cukup terlambat buat Pa'e.

vocabulary :
kelingan pa'e = inget bapak

2 comments:

Anonymous said...

wah, romansa masa lalu ye.
susah kasih asupan klo itu yg dimaksud tulisan ini cz aq msh di tahap 2 3 langkah di belakang.
tapi dgn ingat fragmen masa kecil, setidak2nya kita masih diuntungkan dengan bisa memanfaatkannya untuk berpikir dari 2 sisi.
dari sisi ortu
dan sisi anak
mana yang lebih prior aja seh
dari sisi manfaat, waktu, dan duit. anak2 sekarang sdh paham logika kok, jadi bisa 'dikalahkan' dgn sedikit argumen.
kynya sih :-/
begitcu loocch... (meminjam idiom mas-mu di yk) :-D

Anonymous said...

tunggu!
lagi sensi tah, kok ada kata2 "tolok ukur" segala ? wakakak....