Monday, September 29, 2008

Zaman sudah berubah

Dulu di pojok sana ada grapari telkomsel
Memang kemudian transisi jadi semacem showroom.
Tapi bila malam kita tahu keadaan berubah.
Lepas isak biasanya kita "dinner" di sana.
Sempat kucocokkan di laci2 otak dan kenyataan,
mobil pengangkut dari "warung dalam" ke "warung luar"
masih juga kijang kaplet itu.
Ibu yang tuannya warung masih awet wajahnya.
Dulu, rasanya untuk parkir motor tersedia tempat khusus,
di dekat got itu. Lalu tikar2 digelar sampai depan showroom itu.
Lalu juga di sebelah "dapur lapangan" sebelahnya gerobak makanan.
Kalo masih kebagian, kita memilih yang di depan showroom,
posisi yang lebih tinggi dan setrategis.
Berbondong-bondong kita berenam bertujuh,
jalan dari warnet yang belum pernah untung itu.
Membuka lingkaran manusia dan forum diskusi.
"Kebijakan2 negara" keluar mengalir dari perdebatan kita.
Sambil menunggu telor dadar, tempe atau bakwan yg dipanasi.
Untuk menemani nasi sayur lodeh terong.
Menu yang sederhana, tapi itu sudah cukup.
Untuk selera lidah dan selera kantong yang memang tidak tinggi.
Tapi malam itu tidak seperti 4-5 tahun yang lalu.
Ketika kita di ujungnya 2008.
Tepat di ujungnya jalan, ditengahnya jalan Kaliurang.
sda baliho besar warna biru operator seluler.
Dan warung pojok itu demikian sepi, bila ingat masa lalu itu.
Sampai-sampai timbul raguku soal orientasi medan dan koordinat.
Niatan membawa ke situasi gelombang pikiran yang sama pun terbentur kenyataan.
Rupanya osilator pembangkit frekuensi gelombang itu pun sudah berubah, tidak seperti bayangan di otakku lagi, 5 tahun yang lewat.
Besoknya dalam perkiraan waktu yg tepat, saya lewat tempat itu lagi, dan sepi masih menyelimutinya.
"Halo Jat, kowe sik neng Kupang? kowe kelingan neng Jogja, warung bu'e sing nggon pojok cedak mesjid mujahidin kae ra? Saiki kok sepi banget"
"Nganu Ndan, mungkin mergo saiki cah-cah kuliah lagi do preinan" Moga-moga.

Tapi kawan saya yang sedang di Jogja punya pembacaan lain.
Sejak kampus menjadi badan usaha, seperti juga warung, toko, mall atau bank plecit.
Anak-anak dari keluarga mampu-lah yang "boleh" sekolah.
Untuk menjamin lulusan yang sesuai setandar internasional.
Maka input pun harus jelas, siapa2 yang dapat menopang roda "administrasi" laboratorium atau perpustakaan, karena itu semua perlu biaya.
Dan kita sudah tidak di zaman "cah pinter" boleh mokondo.
Kalo sudah mampu nyumbang biaya sekolah yang demikian besar.
Sudah tidak usum lagi style kere, yg semampunya & nyari murah itu.
Mungkin itu sebabnya, beberapa cafe & warung setik di ring 3 ring 4 UGM selalu ramai dikunjungi, oleh mahasiswa juga.
Dan warung-warung makan murahan, sudah tidak terlalu diminati.
Zaman sudah berubah.
Dan dalam hati muncul juga sebuah rasa kawatir.
Kalau seleraku juga mulai berubah "tinggi".
Sudah tidak nikmat lagi "madang" di warung2 sembarangan.
Sudah tidak nikmat lagi ngopi di warung pinggir jalan.
Sudah tidak menarik lagi bicara realitas kehidupan jalan2 desa.
Dan lidah membiasakan diri dengan koki resto atau hotel.
Karena zaman memang sudah berubah dan musim telah berganti.
Dan lalu kita merenungi itu dalam nikmat segelas kopi,
di sebuah cafe yang berkelas, merasakan encok dan mengenang nostalgia.

3 comments:

Anonymous said...

he..he..masih inget banget makan di sana. Berkali-kali lewat masih kulirik, teteup sepi Ndan!. Kapan-kapan kita ulangi lagi nostalgia di bawah baliho itu lagi ya hi..hi..

Anonymous said...

tak pikir dirimu melankolis romantis tok, ternyata ada analisa kahanan juga. :-P
rasanya terlalu dini untuk men-state populasi bocah2 borju sudah menggeser keberadaan mahasiswa proletar. kata pak gm, mana datanya, it's not interesting to talk someone without datas :-D
meskipun dari sisi analisa rasa, klangenan, memang yang terlontar pertama kali adalah pergeseran itu. berharap bener kata bejat, ya'e lagi pada prei, ndan.
jadi judulnya belum sampai pada "zaman sudah berubah" melainkan "zaman sedang berubah" dan mudah2an tidak akan sampai kepada "sudah" cz generasi kita ini akan kehilangan mata rantai yang merupakan bukti eksistensi dulu. meskipun dengan hilangnya itu kita bisa ndobosi generasi berikutnya sesuka kita. :-)
begitu, mudah2an...
btw aq cuma sempet sekali pas ditukokke rido. eh rido nang ndi saiki?

DIAN said...

zaman pasti berubah bung. karena zaman tak bisa dilawan. mungkin dengan pergeseran zaman,perubahan yang baik akan terjadi. semoga.