Wednesday, May 2, 2007

In memoriam pemburu di kaki Bukit Tunggul

Wed, 19 Oct 2005 12:18:36 +0700, I wrote :
Ya saya dan mungkin banyak rakyat Indonesia berharap KPK
berjalan ideal..... Dari situ kita dapat berharap, musim akan
berganti.
Saya pernah menemui sebuah kesedihan, ceritanya kami punya
seorang guru untuk berburu, seorang petani penggarap
ladang profesinya, umurnya kira2 45-50th. Sebelum krismon
kami pernah kesana. Kopi, makan menu desa dan sambutan
akrab selalu kami terima.
Waktu berjalan, akhir 97 saat dollar menembus 16ribu
rupiah terdengar di radio mono yg kami dengarkan, harga2
kebutuhan pokok menggila, kami sempat berkunjung lagi ke
beliau. Hari itu terasa ganjil, tak ada jamuan seperti
biasanya. Lama kelamaan kondisi-pun terpotret. Di dapur
tak ada gula, tak ada kopi, tak ada beras. Ya, 4500 rupiah
sehari. Sedang beras sudah menmbus 3000, gula, kopi,
garam, minyak?
Siang itu kami mengeluarkan bekal perjalanan kami, sedikit
kopi dan gula, beras,ikan asin, tempe, juga rokok yang
dibawa kawan. Tak terasa obrolan kami sudah diikuti hampir
seluruh kepala keluarga di desa itu, ditemani kopi encer.
Mereka cuma sampai tahap bergumam, andai saja sehari upah
mereka 7500 rupiah mungkin cukup.
Waktu berjalan, bulan mei juni 2005 ada di bdg. Kejadian
di atas terekam cukup dalam diingatanku. Apa kabar mereka?
Rencana disusun buat bergerak ke desa beberapa kilometer
di utara Maribaya itu. 'Karena kesibukan' baru sempet
mampir ke sekre Wanadri di minggu2 akhir juni, lalu
nanya-nanya. Apa kabar beliau yang di desa itu, dari
seorang senior kami mendapat kabar bahwa pak beliau itu
sudah meninggal.
Entah apakah jalan desanya sdh teraspal, entah apakah
anak-anaknya bisa sekolah, entah apakah mereka pernah bisa
menaikkan taraf hidup.
Jadi barangkali ibu dosen dapat menghubungkan soal
kemiskinan seperti itu, yang bisa menimpa siapa saja
, dengan korupsi di sekitar kita. Yang kadang
buat beli mobil bagus, buat beli rumah mewah, untuk naik
haji.

No comments: