Thursday, May 10, 2007

Jang koewat jang kalah

Biasanya seringkali hasrat buat nongkrong menikmati suasana remang-remang kedai pinggir jalan muncul di ujung kepenatan kerja yang kadang seharian itu. Beberapa pilihan spontan muncul sambil menyetater mobil buat persiapan going home. Angkringan is still the best taste, dimana pengalaman2 sensasional yang menggugah emosi akan muncul mengalir bersama arah pembicaraan yang kita lakukan atau dengarkan. Mangkubumi, Stasion Tugu, Sawitsari, belakang kantor, Gejayan atau Mas Tukino Jl Colombo. Meski kost di Samirono, tokh hampir tiap malem si Mas ngelaju Jogja Klaten, going homeBaru dua kali sejak gempa besar itu ada kesempatan nongkrong di warung Tukino. Sepertinya memang setelah gempa itu total hanya punya jam tayang 1 minggu. Selebihnya tinggalah disebelahnya halte kosong dan tukang kunci. Akhirnya hampir setahun juga sejak gempa tektonik 5.9 skala richter hampir berlalu . Ya, sejak gempa itu angkringan Mas Tukino dapat dikatakan ndak pernah buka lagi. Pernah suatu hari disaat tanggap darurat di suatu posko terdengar kabar bahwa lokasi kampung Mas Tukino memang rusak parah, salah satu putra-putrinya juga menjadi korban musibah tersebut, tak jelas juga nama kampungnya di Klaten itu meski beberapa bulan kemudian baru jelas Njiwan nama kampungnya. Tapi kehendak Sang Pencipta tidak mempertemukan kami di situasi tanggap darurat tersebut, meskipun beberapa kali kita sempat mengirim bantuan ke Klaten. Atau meskipun kawan2 dari Kopassus ada di tanggap bencana di Klaten di Posko Gantiwarno, tak sempat ada kesempatan minta bantuan buat lokasi kang Tukino itu. Ya, ada penyesalan bahwa "tangan saya hanya dua", sehingga kali pertama dan kedua saat kami ketemu setelah gempa itu, darinya kudengar rencananya buat kontrak kerja ke negri Jiran, meninggalkan tanah air dan keluarga, dan mungkin rumah sementara pasca gempa, yang kudengar baru diselesaikannya.
Ya pilihan tersebut telah diambilnya, ditengah satu dua pilihan lain yang tidak kalah beratnya bila tetap di tanah air Indonesia. Gerobak dan lokasi nongkrong tersebut telah dijual buat modal berangkat ke Malaysia.
Sore kemarin coba kuulangi sebuah ritual lama, menyusuri Jl Colombo, pelan2 kudekati koordinat halte itu, ada tenda orange terpasang, dengan posisi yang tidak seperti biasanya, dengan sajian yang tidak seperti kala itu.

No comments: