Tuesday, May 8, 2007

Ngopi (3)

At Thu, 08 Sep 2005 17:02:35 +0700, I wrote :
Kalo bicara sego kucing, angkringan, hik, cafe ceret telu, ato apa pun sebutan yang harum untuknya, temtu tidak mesti bicara kelas, tapi bicara selera yang bisa ada di kelas mana pun.Misalnya saja seorang yg bicara penindasan ato persoalan hidup, obrolan harus mengalir dari analisis2, dari pikiran jang sadar, merdeka, liar, bebas, freedom of the hill, akan mendapatkan katalis dengan secangkir kopi pahit, sekerat gorengan,di sana terasa pas "mengamati rakjat dari dekat". Jadi klop-lah dgn suasana 'rakjat' di warung hik tsb. Disela-sela kepulan asap tembako yg kadang2 campur klembak menyan, obrolan mengalir diwarnai debat2 kecil.Kayaknya akan nggak nyambung kalo ngobrolinnya di diskotik, ato pun kafe yang disediakan disana 'wedang londo' yang bikin ndoyong, tak sadar.Kalo pun ada 'kelas bawah' yang hanya mampu ke sana (hik), justru itu suatu hal/hiburan jang positif, semacam 'libur kecil kaum kusam' (Iwan Fals-red). Daripada nonton dangdut geyal-geyol jang djustru mengatrol libido yg sama gratisnya (megang bayar).By the way, masih soal kelas, ternyata ada juga orang dari kalangan direksi institusi besar, ato mantan mentri, yang tetap menikmati suasana semacam warung hik, betul, tidak melupakan waktu masih jadi 'gelandangan'. Mannnntapppppp....

No comments: